Jalan nampak sepi di depanku. Malam dengan hujan cukup deras selalu membuat
orang-orang lebih memilih berdiam diri di dalam rumah. Aku menatap langit yang
gelap tanpa bintang dengan cucuran air yang membasahiku. Lagi-lagi aku harus terjebak
dalam kehujanan, menunggu dia yang akan datang membawaku dari tempat dingin ini.
Sesekali aku berdiri dari tempat dudukku mendongakkan kepala ke arah barat,
berharap dia segera datang membawaku ke dalam kehangatan tanpa basah air hujan
dan dinginnya malam.
***
Pagi itu, aku tengah sibuk membantu mengerjakan tugas skripsinya. Bukan aku
sok pintar namun aku sedang menaruh harapan besar padanya setelah ia lulus dari
universitas ini. Namanya Athlan mahasiswa semester akhir yang tengah menyelesaikan
tugas skripsi. Dia teman satu kelasku, namun aku lebih dulu menyelesaikan
kuliahku setahun yang lalu.
“Lisa ... sudah sampai bab berapa kamu ketik skripsiku?” tanya Athlan
“Eh Lan, masih bab 2 nih, besok kita ke perpustakaan ya, ada beberapa
refrensi yang aku butuhkan untuk skripsimu,” Jawabku.
Ada banyak alasan yang membuatku harus rela membantu athlan menyelesaikan
tugas akhirnya. Saat semester lima, kita mulai kenal dekat dan sejak itulah kita
sering menghabiskan waktu bersama. Saat ini tepat 3 tahun aku dekat dengannya. Sejak
mengenal althan, aku sudah menyimpan rasa untukknya serta menaruh harapan besar
padanya. Perasaan itu mengalir begitu saja tanpa tudung aling-aling, bahkan
berulang kali aku mengungkapkan rasaku kepadanya karena tak mampu menyimpan dan
membendung perasaan ini sendiri. Tak pernah sekalipun aku merasakan cinta yang
seperti ini, yaitu cinta yang begitu besar kepadanya. Namun, althan tak pernah
menginginkan hubungan ini lebih dari sekedar persahabatan meski berulang kali
dia mengatakan keseriusan kepadaku seandainya kita memang benar-benar berjodoh.
Dia cowok yang tak pernah mampu kupahami, yang aku tahu dia sangat
mencintai Penciptanya. Menjagaku sama halnya menjaga ibunya. Tak pernah sekalipun
ia menyatakan cinta kepadaku namun perhatian dan kepeduliannya kepadaku terasa
teramat besar seakan dia juga mencintaiku.
“Lisa ... maafkan aku!” Athlan menatapku dalam dalam.
“Untuk apa?”
“Aku sudah melibatkan dirimu dalam hidupku, membuatmu bersusah payah
membantu mengerjakan tugas akhirku,” jelas Althan.
“Aku hanya ingin segera tahu Taqdir Tuhan untukku”, dadaku terasa sesak
menjawab pertanyaan Athlan
“Kamu masih menungguku?”
Pertanyaan athlan sungguh membuatku terkejut. Aku memang sedang
menunggunya, menunggu kepastian tentang siapa yang akan menjadi pendampingnya setelah
lulus dari universitas ini. Bahkan setelah aku lulus kuliah, aku rela memutuskan
tidak pulang ke rumah dan bekerja di sekitar kampus hanya untuk dekat dengannya.
Bodohnya aku telah mencintai dia begitu besar dan tak pernah bisa kuakhiri.
***
Hati ini masih berlabuh untuknya, untuk dia yang telah mempunyai kehidupan
baru dengan wanita pilihan orangtuanya. Dua tahun setelah athlan lulus kuliah,
dia memutuskan untuk pulang kembali ke kotanya. Mengetahui keputusannya, aku
seperti kehilangan kewarasan. Setiap hujan turun di malam hari, setiap itu pula
aku mengingat semua tentangnya. Mataku seakan tak pernah lelah memandang jauh
ke arah barat, arah kota athlan berada, masih berharap dia datang menjemputku
dan memeluk dinginnya rasa dan bekunya hati ini.
#Semangatbelajarmenulis
#yangpentingtulisdulu
Tulisan ini diikutsertakan dalam ODOP bersama Estrilook Community
#Day18
2 komentar
Cakeep 😀
BalasHapuscakepan kamuuh, susah juga belajar nulis fiksi...
BalasHapus