Pasca ibu melakukan oprasi pengangkatan tumor di dalam rahimnya, membuat
beliau harus bolak balik ke rumah sakit untuk kontrol ke dokter bedah dan
melakukan beberapa terapi di rehab medik. Saat itu, ibu menerima surat kontrol
dari dokter bedah untuk digunakan saat ada keluhan. Kemarin ibu memintaku untuk
mengantarnya ke dokter bedah menggunakan surat kontrol tersebut.
Seperti biasanya, aku selalu bekerja sama dengan adikku saat ada jadwal ibu
berkunjung ke rumah sakit. Rumah sakit ini kebanyakan membuka jam praktek poli
di sore hari. Namun untuk mendapatkan nomor antrian kami harus datang pagi-pagi
agar mendapat nomor antrian pertama. Adik yang tinggal di pesantren dekat rumah
sakit tersebut selalu ku minta untuk mendaftarkan ibu terlebih dahulu, sehingga
aku tak perlu menunggu lama dirumah sakit karena sudah bisa memperkirakan jam
berapa seharusnya aku tiba di rumah sakit dengan memperhitungkan nomor antrian
yang didapat dengan jam dibukanya poli.
Hari suadah mulai siang, kulihat jam dinding sudah menunjukkan pukul 14.00
WIB, tak biasanya adik begitu telat mengabarkan tentang nomor antrian ibu.
Biasanya saat nomor antrian sudah didapat atau ada masalah dengan kelangkapan
administrasi ibu, adik selalu cepat memberitahuku. Hingga pukul 17.00 WIB adik
masih belum membalas whatsApp-ku, kutelpon berulang kalipun tidak
diangkat. Ternyata ponselnya tertinggal di kamar pesantren saat dia berangkat
kerja. Adik yang sudah lulus SMK memang memilih untuk mengabdi di Pesantren.
Sehingga ia pun tetap di perbolehkan membawa ponsel, karena dia juga membantu pekerjaan
di SMK. Termasuk bulan-bulan ini dia sangat sibuk pergi dari desa ke desa memperkenalkan
sekaloh dan pesantren. Sehingga aku pun memaklumi kalau terjadi kesalahpahaman
diantara kita, iya diantara kita.
Akhirnya pukul 17.13 WIB, ia baru membalas whatsApp-ku perihal nomor
antrian ibu, nomor antrian 1 dan poli dibuka pukul 18.30 WIB, dia juga
mengabarkan untuk memperbarui surat kontrol di Faskes 1 besok pagi, karena
surat ibu yang sudah kadaluarsa, namun informasi yang kedua tak aku pedulikan
karena adik mengatakan masih besok pagi aku harus ke puskemas untuk memperbarui
surat kontrolnya. Baru tahu aku kalau ternyata surat kontrol juga ada kadaluarsanya.
Selepas maghrib, berangkatlah aku dengan sepeda motor menjemput ibu. Ibu yang
memang lebih dekat denganku, hanya menginginkan aku yang mengantarnya. Sehingga
segala urusan ibu akulah orang pertama yang dicari ibu. Setengah perjalanan
tiba-tiba hujan mengguyur tubuh kami, aku berualang kali menawarkan ibu untuk
kembali dan meminjam mobil kakak suami namun ibu menolak keras karena tak ingin
merepotkan banyak orang. Begitulah ibu, ia selalu tak ingin merepotkan orang
lain. Dengan hujan yang masih mengguyur tubuh kami, kupacu motorku dengan
sangat hati-hati, karena akupun juga harus memikirkan keselamatan ibu.
Tiba di rumah sakit, seperti biasanya aku langsung menuju poli karena yakin
persyaratan kami tak bermasalah. Namun apa yang terjadi? ibu tak bisa melakukan
pemeriksaan di poli bedah karena surat kontrol ibu yang sudah kadaluarsa. “Oh
adikku, kenapa kau bilang aku harus memperbarui surat kontrolnya besok pagi,
aku sudah membawa ibu menembus dinginnya malam dan derasnya hujan, namun tak
bisa melakukan pemeriksaan”, batinku mulai bergemuruh. Lalu bagaimana dengan
perasaan ibu yang berharap segera mendapatkan obat untuk sakitnya tapi tak diperbolehkan
karena persyaratan administrasi yang kurang lengkap. Sehingga pada akhirnya dengan
memberi pengertian kepada ibu, aku membawa ibu pulang tanpa melakukan
pemeriksaan ke dokter bedah. Dan sialnya, aku baru teringat saat tiba dirumah
kalau ibu sebenarnya masih bisa melakukan pemeriksaan ke poli bedah melalui
jalur umum artinya membayar biaya dokter ke rumah sakit.
Begitulah pasien BPJS harus mengikuti semua prosedur yang telah ditentukan
rumah sakit, persayaratan administrasi harus lengkap sebelum ibu mendapatkan
haknya menggunakan kartu BPJS. Pernah suatu waktu aku menggunakan jalur umum
dan tidak menggunakan kartu tersebut lantaran membutuhkan waktu lama untuk
melengkapi persyaratan untuk pasien BPJS, sedangkan ibu harus segera mendapat
penanganan. Namun aku juga berterimakasih berkat kartu BPJS yang telah memberi
kemudahan membayar biaya rumah sakit, sehingga tak perlu menyiapkan uang cash yang
banyak untuk biaya rumah sakit seperti halnya saat ibu belum menggunakan kartu
tersebut. Pernah suatu waktu aku hanya menebus setengah dari obat yang
dibutuhkan ibu lantaran tidak membawa cukup uang saat pertama kali ibu dirawat
di rumah sakit tanpa kartu BPJS. Kemudian kedua kalinya aku juga harus
ketar-ketir soal biaya rumah sakit adik yang waktu itu juga belum menggunakan
kartu BPJS. Akhirnya, agar tidak terjadi seperti itu lagi aku mendaftarkan mereka
ke kantor BPJS dengan membayar kewajiban disetiap bulannya. Namun sebagai
pasien BPJS, aku juga harus mengikuti prosedur dan memenuhi syarat yang telah
ditentukan untuk pasien BPJS, agar kartu tersebut bisa digunakan sebagaimana
mestinya.
Kemudian soal kapan aku harus ke puskesmas adalah kesalahpahaman antara receptionist
dengan adikku. Demi mendapatkan nomer antrian 1, adikku sering merelakan diri
berangkat ke rumah sakit pada dini hari. Bahkan pernah suatu hari adik lupa
mengecek bensin motor sehingga kehabisan bensin saat berangkat ke rumah sakit,
dan sialnya waktu itu dia berangkat dari rumah bukan dari pesantren sehingga
adikpun harus rela menuntun motor dalam kesepian dan gelapnya langit (bukan
gelapnya malam ya, kan waktu dini hari sudah masuk pagi) cukup jauh hingga tiba
di pom bensin, jam segitu memang tak akan ada orang jualan bensin kalau bukan
di pom bensin. Sungguh perjuangan yang luar biasa dari adikku untuk ibu.
Kembali kepada masalah kesalahpahaman antara receptionist dengan adikku.
Waktu itu adik berangkat hari kamis pukul 00.30 dini hari untuk mendapatkan
nomor antrian pertama agar aku tidak kemalaman saat mengantar ibu nanti, dan
rumah rumah sakit pun sudah menerima pelayanan antrian poli sejak pukul 00.01
dini hari. Benar saja kalau adik menyuruhku ke puskesmas jum’at pagi karena receptionist
meminta adikku’ besok pagi’ artinya jumat pagi untuk datang ke Faskes 1 untuk
memperbarui surat kontrol. Andai saja receptionist tersebut mengatakan
nanti pagi mungkin adik akan segera menyuruhku untuk datang ke puskesmas di
kamis paginya. Ini yang salah adikku apa receptionist-nya?
#Semangatbelajarmenulis
#yangpentingtulisdulu
Tulisan ini diikutsertakan dalam ODOP bersama Estrilook Community
#Day15
0 komentar