Hari ini Sherly
bersemangat sekali. Wajahnya nampak sumringah menatap pagi nan sejuk beraroma
embun. Sesekali kulihat bibirnya tersenyum manis menambah kecantikannya. Hari
ini mungkin hari terakhirku bersama putriku. Sejarah hidupnya bersamaku akan
segera tergantikan dengan cerita baru bersama pria sholeh idamannya.
Rasanya baru kemarin dia bermanja dalam
dekapanku. Entahlah, kenapa waktu begitu cepat merengut kebersamaan kita.
“Calon suamimu
sudah tiba. Kamu sudah siap, Nak?” tanyaku kepadanya
“Aku gugup
sekali, bunda peluklah aku!” pintanya, dia memang terbiasa dalam pelukanku saat
merasa gugup dan berkecil hati.
“Insya Allah
semua akan baik-baik saja,” ucapku mencoba menenangkannya.
*****
Sudah seminggu
ini, putriku boyong kerumah suaminya. Kamarnya yang berada di sebelah kamarku
selalu mengigatkan masa-masa indah bersamanya. Aku teringat masa kecilnya, saat
dia duduk di atas tempat tidur, sibuk dengan kertas origaminya. Aku yang hanya
terdiam, khusu’ memperhatikan gerak tangannya melipat origami. Rupanya, dia
sedang membuat perahu kertas berwarna-warni. Setelah cukup puas dengan jumlah
perahu kertasnya, dia menyimpan perahu itu ke dalam toples.
“Bun, boleh antar
aku ke sungai dekat rumah?” pintanya dengan manja.
“Untuk apa, Nak?”
tanyaku
“Aku ingin melepas
perahu-perahu ini di sana, bun!” jawabnya dengan lembut, berharap aku
mengabulkan permintaanya.
“Boleh, nanti
kita lepas perahunya bersama-sama,” jawabku.
Setibanya di
sungai, putriku melepas semua perahu kertas
yang dengan susah payah ia ciptakan. Dia nampak bahagia sekali saat
perahu-perahu kertas itu mulai berjalan mengikuti arus sungai.
Kenangan masa itu
membuat hatiku semakin merindu kepada putriku sherly. Aku tahu dia bukan anak
kecil lagi. Namun putriku ingin sekali aku menyampaikan kepadamu tentang perahu
kertas kesayangmu yang saat itu kau lepas di sepanjang sungai dekat rumah. Kita
laksana perahu-perahu kertas yang sedang mengarungi sungai kehidupan. Perahu
warna-warni itu ibarat manusia dengan karakter dan sifat yang berbeda-beda.
Sehebat apapun kita dan seberapa banyak kelebihan yang kita miliki, kita pasti
bermuara ketempat yang sama.
Putriku semoga
kamu memahami, bahwa sejatinya hidup memang akan kembali kepada-Nya. Hidup ini
terjal, layaknya perahu yang mengarungi sungai dengan jutaan hambatan. Tak
peduli seberapa keras arus yang menghantam, kita harus tetap bertahan mencapai
tujuan, yakni Allah Tuhan semesta Alam Sang penguasa kehidupan.
#Semangatbelajarmenulis
#yangpentingtulisdulu
Tulisan ini diikutsertakan dalam ODOP bersama Estrilook Community
#Day27
0 komentar